11-26-2020, 12:42 PM
Dalam kajian psikologi dalam Kristen Orthodox, manusia yang ada sekarang ini telah jatuh ke dalam dosa karena Adam telah menggadaikan dirinya kepada iblis, dosa dan maut.
Akibat dari tergadainya manusia ini, manusia pun menggadaikan akhlak, mental dan spiritual kepada bapa segala kejahatan dengan menuruti keinginan para penguasa dunia dan para penguasa angkasa yang bekerja di antara orang-orang berdosa.
Akibat dari kejatuhan dalam dosa ini, manusia mengalami kejatuhan juga baik dalam cara berpikir dan mentalnya. Inilah sebab kita menemukan orang-orang yang dalam bahasa psikologi disebut toxic people (manusia beracun), yang salah satu cirinya adalah tukang drama dan manipulatif, yang jika diteruskan akan menjadikan orang ini menjadi psikopat.
Dalam terapannya, kita akan menemukan bagaimana kerja orang-orang semacam ini:
(1) Hanya mampu memahami etika dan norma yang berlaku dalam tataran verbal, tetapi tidak mampu menerapkannya dalam perilaku karena perilakunya didominasi impuls yang muncul sesaat. Maunya hidup nikmat tanpa kerja dan menginginkan segala sesuatu secara instan. Untuk itu segala cara dihalalkan. Bagi yang agresif, kalau perlu membunuh pun tidak masalah baginya, asalkan keinginan hidup nikmatnya tercapai segera.
(2) Biasanya ia adalah seorang yang cerdas, luas dalam pergaulan, dan memiliki rasa humor yang baik sehingga lingkungan mudah tertarik kepadanya. Selain itu, kemampuan relasinya pun baik.
(3) Tujuan hidup adalah melulu ditandai oleh kenikmatan saat ini, jadi sama sekali tidak mempertimbangkan hari esok.
(4) Pada awalnya orang ini adalah pribadi yang sangat menarik sehingga orang cepat suka kepadanya, dengan demikian orang yang termanipulasi pun pada awalnya sering kurang menyadari.
(5) Kecuali itu, dengan cepat pula, ia mampu melakukan rasionalisasi demi upaya pembenaran dirinya dan dengan secara meyakinkan lingkungan ia melemparkan kesalahan kepada orang lain.
(6) Seburuk apa pun perilakunya, tidak akan mengubah ekspresi wajahnya.
(7) Hukuman apa pun yang diberlakukan tidak pernah membuatnya jera sehingga tanpa rasa segan dia akan mengulang perilaku buruknya di kemudian hari.
Inilah juga bentuk kenodoxia (vain glory) atau puji-pujian yang sia-sia yang membawa kepada kebinasaan dirinya. Tetapi orang ini tidak pernah menyadari perbuatannya. Ia akan menuduh orang lain untuk menutup dirinya:
(1) Ia akan membuat tuduhan untuk menutup keburukan dirinya, misalkan mengatakan orang lain "tukang caper" untuk menutupi realita dirinya yang "tukang caper."
(2) Mengadu domba orang. Kepada A ia akan mengatakan keburukan B dan kepada B ia akan mengatakan keburukan A. Hingga suatu saat A dan B ini "saling membunuh" dan dia akan muncul tanpa wajah berdosa.
Ini adalah contoh perilaku mereka yang beracun, dan akhirnya ketika mereka menjadi Kristen tetapi tidak mau mengendalikan dan mempertobatkan dirinya, sekalipun ia menerima perjamuan kudus, roti dan anggur ini tidak menjadi pengudusan bagi dirinya tetapi malah mengutuk dirinya dan membuat ia semakin buruk dan semakin tenggelam dalam dosanya.
Marilah kita belajar untuk tidak menjadi seperti ini. Dan kita belajar mengendalikan hati dengan kewaspadaan dan mulut kita dari segala kejahatan.
By : Basilius Andrew
Akibat dari tergadainya manusia ini, manusia pun menggadaikan akhlak, mental dan spiritual kepada bapa segala kejahatan dengan menuruti keinginan para penguasa dunia dan para penguasa angkasa yang bekerja di antara orang-orang berdosa.
Akibat dari kejatuhan dalam dosa ini, manusia mengalami kejatuhan juga baik dalam cara berpikir dan mentalnya. Inilah sebab kita menemukan orang-orang yang dalam bahasa psikologi disebut toxic people (manusia beracun), yang salah satu cirinya adalah tukang drama dan manipulatif, yang jika diteruskan akan menjadikan orang ini menjadi psikopat.
Dalam terapannya, kita akan menemukan bagaimana kerja orang-orang semacam ini:
(1) Hanya mampu memahami etika dan norma yang berlaku dalam tataran verbal, tetapi tidak mampu menerapkannya dalam perilaku karena perilakunya didominasi impuls yang muncul sesaat. Maunya hidup nikmat tanpa kerja dan menginginkan segala sesuatu secara instan. Untuk itu segala cara dihalalkan. Bagi yang agresif, kalau perlu membunuh pun tidak masalah baginya, asalkan keinginan hidup nikmatnya tercapai segera.
(2) Biasanya ia adalah seorang yang cerdas, luas dalam pergaulan, dan memiliki rasa humor yang baik sehingga lingkungan mudah tertarik kepadanya. Selain itu, kemampuan relasinya pun baik.
(3) Tujuan hidup adalah melulu ditandai oleh kenikmatan saat ini, jadi sama sekali tidak mempertimbangkan hari esok.
(4) Pada awalnya orang ini adalah pribadi yang sangat menarik sehingga orang cepat suka kepadanya, dengan demikian orang yang termanipulasi pun pada awalnya sering kurang menyadari.
(5) Kecuali itu, dengan cepat pula, ia mampu melakukan rasionalisasi demi upaya pembenaran dirinya dan dengan secara meyakinkan lingkungan ia melemparkan kesalahan kepada orang lain.
(6) Seburuk apa pun perilakunya, tidak akan mengubah ekspresi wajahnya.
(7) Hukuman apa pun yang diberlakukan tidak pernah membuatnya jera sehingga tanpa rasa segan dia akan mengulang perilaku buruknya di kemudian hari.
Inilah juga bentuk kenodoxia (vain glory) atau puji-pujian yang sia-sia yang membawa kepada kebinasaan dirinya. Tetapi orang ini tidak pernah menyadari perbuatannya. Ia akan menuduh orang lain untuk menutup dirinya:
(1) Ia akan membuat tuduhan untuk menutup keburukan dirinya, misalkan mengatakan orang lain "tukang caper" untuk menutupi realita dirinya yang "tukang caper."
(2) Mengadu domba orang. Kepada A ia akan mengatakan keburukan B dan kepada B ia akan mengatakan keburukan A. Hingga suatu saat A dan B ini "saling membunuh" dan dia akan muncul tanpa wajah berdosa.
Ini adalah contoh perilaku mereka yang beracun, dan akhirnya ketika mereka menjadi Kristen tetapi tidak mau mengendalikan dan mempertobatkan dirinya, sekalipun ia menerima perjamuan kudus, roti dan anggur ini tidak menjadi pengudusan bagi dirinya tetapi malah mengutuk dirinya dan membuat ia semakin buruk dan semakin tenggelam dalam dosanya.
Marilah kita belajar untuk tidak menjadi seperti ini. Dan kita belajar mengendalikan hati dengan kewaspadaan dan mulut kita dari segala kejahatan.
By : Basilius Andrew